Jakarta, Kompas - Kebijakan
pemerintah yang mengizinkan kapal pukat cincin 1.000 GT ke atas yang
menangkap ikan di perairan lebih dari 100 mil (sekitar 180 kilometer)
untuk mengangkut ikannya ke luar negeri bertentangan dengan
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Hal tersebut
ditegaskan Guru Besar Perikanan Tangkap Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Ari Purbayanto, saat dihubungi Kompas,
di Jakarta, Selasa (12/3). Ketentuan bagi kapal pukat cincin 1.000 GT
itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP)
Nomor 30 Tahun 2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara RI.
Komisi IV DPR, Rabu ini,
dijadwalkan memanggil pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk
meminta klarifikasi terkait Permen-KP No 30/2012, khususnya terkait
kebijakan kapal pukat cincin 1.000 GT.
Ari mengingatkan, Pasal 25 b
Ayat (2) UU Perikanan mengatur bahwa pengeluaran produk perikanan ke
luar negeri dilakukan apabila produksi dan pasokan dalam negeri telah
mencukupi kebutuhan konsumsi nasional.
Selain itu, Pasal 41 Ayat
(3) juga menyebutkan, setiap kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut
ikan harus mendaratkan ikan tangkapan di pelabuhan perikanan yang
ditetapkan atau pelabuhan lain yang ditunjuk.
”Penyelenggara
negara tidak patuh pada aturan. Kebijakan ini untuk siapa? Pemerintah
seharusnya berpihak pada nelayan kecil yang jumlahnya dominan ketimbang
membuka investasi besar untuk mengangkut ikan ke luar negeri,” ujar Ari.
Lebih
dari itu, menurut Ari, Permen-KP 30/2012 juga melanggar Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 33 yang mewajibkan bumi, air, dan segala kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dimanfaatkan untuk sebesar- besarnya
kemakmuran rakyat.
Pemerintah selama ini dinilai tidak berdaya
mengawasi wilayah pengelolaan perikanan Indonesia. Masih banyak kapal
asing berbendera Indonesia yang bebas beroperasi di Laut Arafura dengan
alat tangkap berbahaya, seperti pukat harimau ganda. Sementara itu,
fungsi petugas pengawasan (observer) yang ditempatkan di kapal-kapal ikan nyaris tidak berjalan.
Ketua
Bidang Hukum dan Organisasi Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) Muhammad
Billahmar mengemukakan, pengadaan setiap kapal pukat cincin 1.000 GT
akan menambah tangkapan 12.000 ton per kapal per tahun. Namun,
eksploitasi ikan yang berlangsung di wilayah pengelolaan perikanan dan
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sudah memasuki ambang batas
maksimum. (LKT)